Cerbung: BUNGA MERAH JAMBU Bab 29 By Masdaraimunda

BUNGA MERAH JAMBU
Bab 29
By Masdaraimunda

MAYA TERTAWA kecil. “Ada yang penasaran, nih, ceritanya?”

“Iyalah. Aku saja kaget waktu ketemu dan tahu bahwa kamu masih sendiri. Kamu itu cantik, pintar dan ramah. Aku rasa pasti banyak yang suka. Setidaknya orang tua pasienmu banyak yang mau jodohin dengan anak atau kerabat mereka.”

Segera perempuan itu mengecup kening kekasihnya. “Nanti kamu cemburu dengan jawabanku.”

“Enggaklah, kalau cuma mau cerita yang seperti ini.”

“Apa, ya. Kurasa untuk sekarang kata yang paling tepat adalah trauma. Takut kalau terjadi lagi. Pada satu sisi aku sadar kalau Bayu itu baik banget sebenarnya. Bagaimana cara ia menghadapiku, memanjakanku. Meski dulu aku menyangkal mati-matian akhirnya sadar, itu menjadi salah satu pemicu. Misal ketemu cowok, dia mulai terlihat serius. Di kepalaku pasti sudah muncul, bagaimana kalau keluarganya nanti seperti keluarga Bayu? Takut susah melupakan lagi.”

“Padahal menurutku sebenarnya kamu cenderung penurut. Makanya setelah kita dekat sedikit bingung.”

“Masak, sih, dulu aku penurut?”

“Iya, kelihatan sekali. Meski kamu bilang kalau kamu itu keras kepala.”

Baca Juga: INFO HAJI 2023 : Ada 54 Katering Siapkan Menu Nusantara Untuk Jemaah Haji Saat di Makkah

“Mungkin itu juga yang menjadi kesalahan terbesarku. Dulu saat bersama Bayu aku selalu mengiyakan apapun keinginannya. Karena dia memang memperlakukan aku seperti princess. Mas percaya nggak, aku nggak pernah harus ngomong dua kali jika menginginkan sesuatu. Dan aku juga bukan tipe perempuan yang senang cari masalah. Jadi kesannya memang penurut. Hanya saja ketika pembicaraan tentang pernikahan dimulai, aku mulai merasakan sikapnya yang berbeda.”

“Aku tahu, Bayu bukan orang yang suka berdebat panjang. Kami jarang menyelesaikan masalah bersama. Lebih sering saling diam dan tahu-tahu masalah selesai. Dengan Mas Tristan, kita lebih sering diskusi setiap kali berbeda pendapat. Jadi masing-masing tahu keinginan satu sama lain. Bayu selalu menyelesaikan masalah tanpa melibatkan aku, yang akhirnya menjadi boomerang untuk hubungan kami. Bayangkan aku nggak pernah ditanya tentang suka bunga apa, tiba-tiba dekorasi pelaminan sudah ditentukan. Yang paling mengesalkan, saat mau membeli cincin pernikahan. ternyata mereka sudah memilih modelnya. Dan mengatakan bahwa itu sudah dilebur dengan cincin pernikahan orang tuanya dulu.”

“Aku paham dan menghormati nilai dari cincin itu. Kalau diberitahu sebelumnya mungkin aku tidak masalah. tapi, mereka memberitahu saat aku sudah berbulan-bulan mencari dan memilih cincin pernikahan sendiri. Saat itu aku memimpikan model lain yang dengan membayangkannya saja aku sudah merasa akan cantik jika memakainya. Kuminta Bayu untuk mengatakan bahwa aku akan mengenakan cincin pilihan keluarganya setelah pemberkatan. Saat pemberkatan aku mau mengenakan cincin yang kusukai. Keinginanku ditolak mentah-mentah oleh Bayu. Itu menjadi puncak kekecewaanku setelah sekian bulan. Dia tidak bersedia menyampaikan karena takut menyinggung perasaan ibu dan kedua adiknya. Cincin itu sangat berharga bagi keluarganya. Mas bayangkan, berarti dia memilih mengorbankan perasaanku.”

“Akhirnya aku berpikir, mau sampai kapan? Mungkin karena selama ini aku mengalah, Bayu menganggap aku akan tetap bisa menerima keputusan mereka. Sayang, aku memilih berhenti. Kupikir kami tidak akan bisa hidup bahagia setelah kejadian ini. Aku akan tetap menjadi urutan terakhir dalam daftar prioritasnya. Itu membuatku sakit, marah dan kecewa. Disatu sisi aku merasa Bayu sangat baik, kalau jahat kami nggak mungkin bisa pacaran selama itu. tapi disisi lain, aku merasa dia tidak baik buat masa depanku. Ketakutan itu yang membuatku malas memulai hubungan baru. Kalau hanya sekadar teman baik, aku masih mau. Kalau lebih, takut salah ketemu orang dan gagal lagi.”